Selama ini, disfungsi seksual (sexual dysfuctions) lebih erat dikaitkan sebagai bentuk penyakit secara medis, tetapi jangan salah, gangguan psikologis juga bisa menjadi pemicu terjadinya disfungsi seksual itu sendiri. Disfungsi seksual sendiri diartikan sebagai masalah yang meliputi minat, rangsangan, atau respon seksual. Kasus disfungsi seksual itu sendiri dialami banyak orang dengan perbandingan wanita lebih tinggi yaitu 43% dan pria 31%.
Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV) yang dibuat oleh APA (American Psychiatric Association) disfungsi seksual dibagi menjadi 4 jenis, tetapi kali ini hanya akan dibahas tentang disfungsi seksual secara umum. Ada beberapa ciri-ciri umum orang dikatakan menderita disfungsi seksual, antara lain:
Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV) yang dibuat oleh APA (American Psychiatric Association) disfungsi seksual dibagi menjadi 4 jenis, tetapi kali ini hanya akan dibahas tentang disfungsi seksual secara umum. Ada beberapa ciri-ciri umum orang dikatakan menderita disfungsi seksual, antara lain:
- Takut akan kegagalan, dimana masalah terjadi ketika adanya ketakutan yang terkait dengan kegagalan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi atau kegagalan mencapai orgasme.
- Asumsi peran sebagai penonton dan bukan sebagai pelaku, memonitor dan mengevaluasi reaksi tubuh saat melakukan hubungan seks.
- Kurangnya harga diri
- Efek emosional, rasa bersalah, rasa malu, frustasi, depresi, kecemasan.
- Perilaku menghindar, menghindari kontak seksual karena takut gagal menunjukkan performa yang adekuat, membuat berbagai macam alasan kepada pasangan.
Untuk lebih memahami bagaimana terjadinya disfungsi seksual, maka kita juga harus mengerti tentang siklus respon seksual manusia. Disfungsi seksual tersebut akan mempengaruhi permulaan atau penyelesaian siklus respon seksual. Menurut, Helen Singer Kaplan, ada 4 fase siklus respon seksual menusia, yaitu:
- Fase keinginan. Fase ini melibatkan fantasi seksual dan hasrat untuk melakukan aktivitas seksual. Timbulnya hasrat seksual ini merupakan gejala yang normal, namun yang menjadi pertanyaan adalah, seberapa besar minat seksual dikatakan normal??
- Fase perangsangan, Fase ini melibatkan perubahan fisik dan perasaan nikmat yang muncul saat proses rangsangan seksual. Perangsangan seksual melibatkan 2 refleks yang sangat penting, yaitu ereksi pada pria dan lubrikasi (”basah”) pada (maaf) vagina.
- Fase orgasme. Baik pada pria maupun wanita, tegangan seksual mencapai puncaknya dan dilepaskan melalui kontraksi ritmis involunter dari otot velvis disertai dengan perasaan nikmat. Pada pria, kontraksi dari otot velvis mendorong cairan mani untuk keluar saat terjadi ejekulasi. Pada wanita, otot velvis yang melindungi lapisan luar ketiga dari vagina berkontraksi secara refleks. Orang tidak bisa memaksakan terjadinya orgasme. Mengatur tahap orgasme meliputi menerima stimulasi seksual dan sikap mau menerima kenikmatan seksual. Biasanya, mencoba untuk memaksakan orgasme malah mencegah terjadinya orgasme itu sendiri.
- Fase resolusi. Fase terjadinya relaksasi dan rasa nyaman. Pada tahap ini, secara fisiologis, pria tidak mampu mencapai ereksi kembali sampai waktu tertentu sedangkan wanita mungkin mampu mempertahankan rangsangan seksual ketika stimulasi dilanjutkan.
Secara umum, ketika masalah terjadi pada tahap siklus respon seksual di atas, maka dapat menjadi permulaan masalah yang mengakibatkan disfungsi seksual. Jadi apa bisa dilakukan jika terjadi disfungsi seksual? Ada beberapa cara yang bisa ditempuh. Salah satunya adalah dengan terapi obat, yaitu mengkonsumsi obat-obatan yang bisa menangani disfungsi seksual.
Cara lain adalah dengan pendekatan psikologis, yaitu dengan psikoterapi. salah satunya adalah terapi kognitif-behavioral (CBT). Dalam hal ini terapi seks menjadi pilihan. Tujuan terapi ini adalah untuk membantu klien individu atau pasangan untuk mengembangkan hubungan seksual yang lebih memuaskan dan mengurangi kecemasan akan performa yang kurang maksimal.
Cara lain adalah dengan pendekatan psikologis, yaitu dengan psikoterapi. salah satunya adalah terapi kognitif-behavioral (CBT). Dalam hal ini terapi seks menjadi pilihan. Tujuan terapi ini adalah untuk membantu klien individu atau pasangan untuk mengembangkan hubungan seksual yang lebih memuaskan dan mengurangi kecemasan akan performa yang kurang maksimal.
0 komentar:
Posting Komentar